Milan – Industri fashion global, yang dikenal sebagai salah satu yang paling berpolusi di dunia, sedang dipaksa bertransisi ke praktik yang lebih berkelanjutan. Sustainable Fashion tidak hanya tentang etika dan rantai pasok yang transparan, tetapi juga didorong oleh inovasi radikal dalam Material Science dan Bio-Technology untuk menciptakan serat dan kain yang berdampak rendah.
Inovasi kunci berfokus pada alternatif material. Riset sedang berinvestasi pada:
- Bio-Fabrication: Membuat serat di laboratorium dari ragi, alga, atau sel mikroba. Ini menghasilkan material seperti kulit jamur (mycelium leather) dan sutra laba-laba yang direkayasa, yang mengurangi kebutuhan akan lahan, air, dan input kimia tradisional.
- Recycled/Upcycled Textiles: Peningkatan teknologi daur ulang kimia dan mekanis untuk mengubah limbah pakaian yang sudah ada menjadi serat baru berkualitas tinggi. Teknologi daur ulang kimia sangat penting untuk memecah campuran serat (poly-blends) yang sulit didaur ulang secara mekanis.
- Low-Impact Fibers: Mengembangkan serat alami seperti kapas organik dan rami dengan teknik pertanian regeneratif yang secara aktif meningkatkan kesehatan tanah, bukan menurunkannya.
Transparansi Rantai Pasok didukung oleh teknologi blockchain dan AI. Konsumen dan brand menuntut kemampuan untuk melacak perjalanan garmen dari bahan mentah hingga penjualan, memverifikasi klaim keberlanjutan. Machine Learning digunakan untuk mengaudit dampak lingkungan dan sosial di pabrik-pabrik.
Sustainable Fashion adalah tentang pergeseran dari lini produksi yang cepat dan linier (fast fashion) menuju model yang melingkar dan slow. Ini menantang perusahaan untuk memperpanjang umur produk dan mempertimbangkan limbah sebagai sumber daya. Material Science yang ramah lingkungan adalah alat yang akan mendefinisikan estetika dan etika pakaian di masa depan.

